Derita Nelayan saat Pandemi: Ikan Murah hingga Berutang

Derita Nelayan saat Pandemi: Ikan Murah hingga Berutang
Ilustrasi.

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Kondisi nelayan saat pandemi virus corona (Covid-19) harus berjibaku dengan cuaca perubahan musim yang tak bersahabat dan harga hasil laut yang jatuh.

Salah satunya dialami para nelayan pantura di Kabupaten Kendal, Jawa tengah. Sutrisno--salah satu nelayan di sana--mengatakan dirinya harus tetap melaut di tengah cuaca yang kadang tak bersahabat meskipun harga jual ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) merosot hingga 50 persen.

"Melaut subuh pulang jam 10, tangkapan untuk makan keluarga, sebagian dijual ke TPI meski harga murah," ujar Sutrisno, Senin (4/5).

Ia menjelaskan, sejak pandemi Covid-19, harga jual ikan berkurang hingga setengah harga normal. Bahkan ikan teri yang banyak disasar rakyat menengah-bawah kini hanya dijual Rp1.500-Rp3.000 per kilogram. Jumlah itu turun drastis dari harga normal Rp5.000-Rp8.000 per kilogram.

Selain ikan teri, harga ikan kembung juga turun drastis. Biasanya ikan kembung dihargai Rp10.000-Rp15.000 per kilogram, kini hanya Rp5.000-Rp7.000 per kilogram.

Meski harganya turun, Sugeng dkk tetap pergi melaut. Sebab jika tidak melaut, ia tidak akan mendapat penghasilan bahkan lauk untuk makan keluarganya.

"Memang hasil tangkapan enggak banyak, tapi setidaknya bisa memenuhi kebutuhan lauk makan. di laut kan tidak pasti dapat banyak, tergantung cuaca, tapi kami tetap melaut. Biar [hasil] sedikit, tapi dapat untuk makan," kata Sugeng.

Sugeng mengatakan harga ikan bisa lebih rendah jika menjualnya ke tengkulak. Tapi, beberapa kawannya ada pula yang terpaksa menjual hasil tangkapamn ke tengkulak agar mendapat uang. Pasalnya, di TPI sendiri saat ini hasil tangkapan mereka tak habis terjual.

"Ada yang ke tengkulak, ada yang ke TPI, saya jual ke TPI kalau nyisa buat stok makan keluarga saja," ujar Sugeng.

Untuk mendapat keuntungan yang lebih banyak, menurut cerita Sugeng, ada beberapa nelayan yang ikut melaut dalam satu kapal besar. Dalam kapal itu mereka tidak perlu mengeluarkan biaya solar kapal dan tetap mendapat hasil tangkapan. Meski hasil tangkapan pun jauh lebih sedikit karena harus berbagi dengan nelayan lainnya. 

Di rumahnya, Sugeng harus membiayai kehidupan satu orang anak dan istrinya. Normalnya, pendapatan harian Sugeng bisa mencapai Rp350 ribu, sebagian dari nilai tersebut biasanya ia simpan untuk tabungan anaknya.

"Sekarang pendapatan cuma Rp30ribu-Rp50ribu sehari, cuma buat beli kebutuhan sehari-hari," kata Sugeng yang juga ketua forum nelayan Kendal tersebut.

Turunnya harga ikan tidak hanya dirasakan oleh nelayan di Kendal, tapi juga nelayan di Serdang Bedagai, Sumatera Utara. Sutrisno, salah seorang nelayan di Kabupaten Serdang Bedagai mengaku harus serba hemat sebab pendapatannya berkurang akibat harga jual ikan turun drastis.

Bahkan ada beberapa ikan yang tidak laku di pasaran.

"Hasil tangkapannya berkurang, harga jual murah bahkan ada jenis ikan gulama yang biasa dikonsumsi masyarakat kelas bawah hari ini tidak laku," ujarnya dilansir CNNIndonesia, Minggu (3/5).

Menurut cerita Sutrisno, tidak hanya nelayan Serdang Bedagai yang pendapatannya berkurang. Nelayan di wilayah Sumut lainnya seperti di Teluk Mengkudu, Sei Naga Lawan di Kecamatan Perbaungan juga mengalami nasib serupa. Buruknya lagi, mereka tidak mampu melaut karena cuaca dan angin kencang yang berbahaya.

"Yang berkurang pendapatannya enggak hanya nelayan Serdang Bedagai, yang nelayan yang lain juga turun pendapatannya. Hasil laut kurang bagus karena cuaca. Angin kencang dan kita enggak berani jauh dari pantai, makanya hasil tangkapan sedikit berkurang," kata Sutrisno.

"Biasanya kalau cuaca buruk ada yang tetap melaut tapi tak jauh dari pantai. sekarang harga ikan

Berita Lainnya

Index