PEKANBARU, RIAUREVIEW.COM -Kita ketahui bersama saat ini kondisi dunia, negara dan semua wilayah di indonesia sedang dilanda virus COVID 19 yang membuat kita untuk selalu berprilaku hidup sehat agar terhindar dari wabah ini dengan melaksanakan ketentuan pemerintah baik pusat maupun daerah seperti Physical Distancing, Social Distancing dan lainnya. Tidak hanya itu, namun respon pemerintah dan masyarakat terhadap wabah ini telah melakukan upaya pencegahan, seperti penutupan sekolah, Work From Home khususnya pekerja sektor formal, penundaan dan pembatalan berbagai event-event pemerintah dan swasta, membuat roda perputaran ekonomi melambat. Dalam hal ini pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sebagai upaya perlindungan sosial dan bantuan ekonomi menghadapi dampak Covid-19 di masyarakat. Salah satu poin dari Perppu tersebut adalah pemerintah memberikan pembebasan biaya listrik bagi 24 juta pengguna listrik 450 VA. Kebijakan ini akan diterapkan selama tiga bulan ke depan untuk pelanggan listrik 450 VA yang jumlahnya sekitar 24 juta pelanggan, akan digratiskan selama 3 bulan ke depan, yaitu untuk April, Mei, Juni 2020 dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA bersubsidi. Namun ada yang unik baru-baru ini dari kebijakan PLN setelah memberi gratis untuk listrik bersubsidi 450 VA dan diskon 50 persen listrik 900 VA yaitu untuk pemakai listrik non subsidi paska bayar 1300 VA dan 900 VA.
Apa yang unik? Ya, PLN menerapkan kebijakan perhitungan rata-rata pemakaian listrik selama 3 bulan terakhir untuk pelanggan paska bayar. Artinya, untuk pembayaran rekening bulan april, perhitungannya menggunakan data dari historis rata-rata pemakaian kWh pada bulan Desember, Januari dan Februari dan untuk tahap kedua ini pihak PT. PLN induk wilayah Riau KEPRI kembali melakukan tagihan per tiga bulan dari bulan April, Mei dan Juni.
Dari hal ini jelas timbul pertanyaan dari kami sebagai masyarakat, mengapa PLN harus mengambil kebijakan pembayaran dari rata-rata pemakaian listrik selama 3 bulan terakhir ? hal ini tentu menjadi pertanyaan yang timbul dikalangan masyarakat ditengah-tengah pandemi COVID-19 akan kebijakan PLN tersebut. Usut demi usut dan dilansir dari beberapa sumber media, ternyata PLN membuat kebijakan ini untuk menghindari pembaca/pencatat meteran melakukan kunjungan ke rumah-rumah pelanggan sehinggai upaya pencegahan penyebaran virus Corona (Covid-19) sebagaimana yang menjadi imbauan pemerintah untuk melaksanakan Work From Home dan Physical Distancing dapat berhasil. Tapi kembali ke pertanyaan tersebut sebab masyarakat masih belum puas dari jawaban usut demi usut tersebut, sebab saat ini yang melakukan Physical Distancing dan Work From Home tidak hanya instansi PLN saja, namun semua instansi melakukan hal tersebut, bahkan semua kelas masyarakat juga melakukan hal itu. Seharusnya kalau hal ini menjadi niatan baik untuk memberikan kelonggaran atau toleransi bagi yang tidak mendapatkan gratis dan diskon tidak dengan cara mengambil rata-rata pemakaian listrik selama 3 bulan terakhir, sebab hal ini jelas pembayaran listrik menjadi bengkak.
Hal senada juga kami rasakan, apalagi kami cuma anak kuliah, uang juga pas-pasan dan ini menjadi hal yang mengejutkan dimana kami jga memiliki sekretariat yg dimana rumah warga yang kami kontrak menjadi sekretariat itu pada pembayaran dibulan april kemarin sangat bengkak, naik 3 kali lipat padahal sekretariat tersebut kosong selama 3 bulan dikarenakan anggota-anggota PMII pada pulang ke kampung halamannya. Rupanya setelah mencari informasi dari berbagai sumber, itu adalah kebijakan PLN yg melaksanakan WFH. Dan seperti yang dikatakan tadi semua kelas masyarakat dari kelas bawah sampai kelas atas saat ini sama-sama terdampak akibat pandemi COVID-19 ini. Mungkin bisa saja dengan kebijakan lain seperti memberi toleransi bulan april ini tidak ditagih karena pihak PLN Work From Home dan Physical Distancing yang membuat petugas tidak bisa mendata meteran masyarakat dan bulan mei baru ditagih pembayaran langsung 2 bulan dan begitu juga untuk pembayaran bulan juni ini. Apakah PLN terima dengan usulan masyarakat seperti ini? Menurut saya terlalu kecil harapan masyarakat ini bisa terealisasi dan bahkan pun tidak mungkin. Apakah dalih ini sebagai bentuk bahwa PLN sedang defisit? Tidak mungkin, karena PLN dapat dana penanganan COVID 19 melalui kebijakan PERPPU yang sudah sah menjadi UU.
Saya Rachdinal, selaku Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Universitas Lancang Kuning dan saya juga sekaligus Wakil Ketua II Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Pekanbaru saat ini bersama sahabat-sahabat PMII lainnya tetap menampung aspirasi masyarakat Kota Pekanbaru dalam hal mengawal kebijakan semua instansi pemerintah khususnya PLN terhadap masyarakat Kota Pekanbaru ditengah-tengah pandemi COVID-19 ini, meminta PLN khususnya agar mampu memberikan solusi yang tepat agar meringankan beban masyarakat bukan semakin memberatkan beban masyarakat ditengah pandemik global ini.