Menkominfo Soal FPI Ganti Nama: Jika Pengurus Hingga Kegiatannya Sama Dilarang Juga

Menkominfo Soal FPI Ganti Nama: Jika Pengurus Hingga Kegiatannya Sama Dilarang Juga

RIAUREVIEW.COM -Setelah aktivitas Front Pembela Islam dilarang pemerintah, sejumlah tokoh mendeklarasikan Front Persatuan Islam. Deklarasi dilakukan pada Rabu, (30/12) sore dan dibenarkan Wakil Sekretaris Umum Front Pembela Islam (FPI) Aziz Yanuar.

Menanggapi pergantian nama tersebut, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny G Plate, menjelaskan hal tersebut tetap dilarang jika pendiri dan kegiatannya tetap sama seperti organisasi sebelumnya. Hal tersebut kata Johnny tertuang dalam aturan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani enam menteri/kepala lembaga.
 
"Substansi SKB adalah pelarangan terhadap kegiatan, tidak hanya sekadar nama organisasi," kata Johnny kepada merdeka.com, Jumat (1/1).
 
Sehingga, lanjut dia, bila semua struktur apalagi kegiatan yang dilakukan tak berbeda, dengan nama apapun tetap akan dilarang.
 
"Berganti nama sekalipun jika personel pendiri, pengurus dan penentu kebijakan dan kegiatannya sama tentu dilarang juga," jelasnya.
 
Sebelumnya, pemerintah melarang kegiatan dan aktivitas Front Pembela Islam (FPI). Kegiatan organisasi yang dipimpin oleh Muhammad Rizieq Syihab itu dihentikan setelah dianggap tak memiliki kedudukan hukum sebagai organisasi masyarakat maupun organisasi biasa.
 
Dalam surat keputusan bersama Mendagri, Menkum HAM, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT tentang Larangan Kegiatan dan Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI, ada enam hal yang menjadi pertimbangan pemerintah.
 
Pertama, demi menjaga eksistensi ideologi dan konsensus dasar bernegara, yaitu Pancasila, UUD RI 1945, keutuhan NKRI, Bhinneka Tunggal Ika yang sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang organisasi masyarakat (Ormas).
 
Kedua, pemerintah menilai anggaran dasar FPI bertentangan dengan Pasal 2 UU Ormas. Yaitu, asas organisasi masyarakat tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD RI 1945
 
Ketiga, FPI belum memperpanjang surat keterangan terdaftar (SKT) sebagai ormas yang berlaku sampai 20 Juni 2019. FPI juga tidak memenuhi syarat untuk memperpanjang SKT. Sehingga secara de jure sejak 21 Juni 2019 FPI dianggap bubar.
 
Keempat, kegiatan FPI dianggap telah bertentangan dengan pasal 5 huruf g, pasal 6 huruf f, pasal 21 huruf b dan d, pasal 59 ayat 3 huruf a, c, dan d, pasal 59 ayat 4 huruf c, dan pasal 82 UU Ormas.
 
Kelima, anggota dan pengurus FPI terlibat dalam tindak pidana terorisme serta tindak pidana umum. Sebanyak 35 orang terlibat tindak pidana terorisme dan 20 di antaranya telah dijatuhi pidana. Serta, 206 orang anggota dan atau pengurus FPI terlibat berbagai tindak pidana umum yang 100 di antaranya telah dijatuhi pidana.
 
Keenam, anggota dan pengurus FPI kerap melakukan tindakan razia atau sweeping di masyarakat yang sesungguhnya merupakan tugas dan kewenangan aparat penegak hukum.
 
Sumber: [merdeka.com]

Berita Lainnya

Index