AS Larang Masuk Jenderal Myanmar yang Diduga Bantai Rohingya

AS Larang Masuk Jenderal Myanmar yang Diduga Bantai Rohingya
AS Larang Masuk Jenderal Myanmar yang Diduga Bantai Rohingya Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Min Aung Hlaing, dan tiga petinggi militer lainnya diduga terlibat dalam genosida terhadap etnis Rohingya. (REUTERS/Hla Hla Htay)

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Pemerintahan Presiden Donald Trump melarang Panglima Angkatan Bersenjata Myanmar, Min Aung Hlaing, dan tiga petinggi militer lainnya masuk Amerika Serikat. Sanksi itu diberikan karena mereka diduga terlibat dalam pembantaian minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine.

Kementerian Luar Negeri AS mengklaim memiliki bukti yang bisa dipertanggungjawabkan bahwa Aung Hlaing dan sejumlah pejabat tinggi militer lainnya terlibat dalam operasi militer di Rakhine pada 2017 lalu. Operasi militer itu menyebabkan krisis kemanusiaan di Rakhine memburuk hingga memicu gelombang ratusan ribu Rohingya mengungsi ke Bangladesh.

"Dengan pengumuman ini, AS adalah pemerintah pertama yang secara terbuka mengambil tindakan nyata berkaitan dengan kepemimpinan paling senior militer Myanmar," kata Menlu AS Mike Pompeo yang dilansir CNNIndonesia, Selasa (18/7).

"Kami tetap khawatir bahwa pemerintah Myanmar tidak mengambil tindakan untuk meminta pertanggungjawaban terhadap mereka yang terlibat atas pelanggaran hak asasi manusia. Ada pula laporan terus-menerus yang memaparkan bahwa militer Myanmar melakukan pelanggaran HAM di seluruh negeri," ujarnya menambahkan.

Pompeo memaparkan pernyataan itu dalam pertemuan besar di kantornya tentang kebebasan beragama.

Militer Myanmar terus menjadi sorotan setelah diduga melakukan persekusi, pengusiran, hingga pembunuhan terhadap etnis Rohingya dan minoritas lainnya di Rakhine. Kekerasan itu kembali memburuk sekitar Agustus 2017 lalu.

Kekerasan dipicu oleh penyerangan sejumlah pos polisi oleh kelompok militan di Rakhine. Alih-alih menangkap para pelaku, militer Myanmar diduga mengusir, menyiksa, hingga membunuh etnis Rohingya.

Sejak itu, sedikitnya 700 ribu Rohingya lari ke perbatasan Bangladesh untuk mencari perlindungan. Meski Myanmar mengklaim telah menahan sejumlah tentara terkait hal ini, kekerasan terhadap Rohingya disebut masih terjadi hingga saat ini.

Dalam pernyataannya, Pompeo turut menyuarakan kecaman atas keputusan Myanmar membebaskan tujuh personel militer yang ditangkap karena membakar tujuh desa Rohingya di Rakhine pada Mei lalu.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) juga telah menganggap kekerasan terhadap Rohingya selama ini merupakan sebuah upaya genosida terhadap etnis minoritas itu.

Penyelidik PBB memaparkan tuntutan terhadap para jenderal Myanmar dan penyelidikan kriminal internasional terkait genosida ini juga sedang berjalan.

Studi yang dirilis Kemlu AS pada tahun lalu menggambarkan kekerasan terhadap Rohingya selama ini sebagai tindakan "ekstrem, berskala besar, tersebar luas, dan tampaknya sistematis untuk meneror penduduk dan mengusir mereka."

Berita Lainnya

Index