5 Kesalahan Orang Tua Saat Pilih Sekolah untuk Anak

5 Kesalahan Orang Tua Saat Pilih Sekolah untuk Anak
Ilustrasi.

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM -Anak cenderung menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah untuk belajar, bersosialisasi hingga mengenal lingkungan.

Memasuki usia TK, anak akan berada di sekolah selama 3-4 setiap hari. Saat masuk SD, anak akan menghabiskan waktu 5-8 jam sehari. Bahkan, di sejumlah SD swasta misalnya, anak bersekolah mulai dari pukul 08.30 hingga 15.00. Artinya, anak akan menghabiskan banyak waktunya di sekolah.

Untuk itu, orang tua perlu jeli dalam memilih sekolah demi menunjang tumbuh kembang anak, baik secara akademis, sosial dan mental. Agar pilihan tepat, baiknya orang tua menghindari beberapa kesalahan ini. 

1. Tidak mempertimbangkan akses

Akses, jarak dan waktu tempuh kerap tak masuk pertimbangan orang tua dalam memilih sekolah. Psikolog anak, Monica Sulistiawati berkata orang tua lebih menitikberatkan pada nama besar sekolah meski jarak rumah dan sekolah sangat jauh.

"Ini menyebabkan anak capek di jalan. Energinya sudah habis untuk bangun pagi, bahkan subuh, kemudian harus menempuh kemacetan," kata Monica dilansir CNNIndonesia, Jumat (20/12).

Tubuh lelah membuat anak tidak lagi bersemangat dan tidak menikmati proses belajar.

2. Pilih sekolah demi atasi kesulitan anak

Orang tua yang menyadari kesulitan dan kelemahan anak cenderung memilih sekolah atas dasar sekolah mampu mengatasi kesulitan dan kelemahan anak. Tujuan seperti ini, kata Monica, berpotensi membuat anak stres sebab ada tekanan-tekanan atau target yang tidak realistis.

Justru memilih sekolah sebaiknya berdasarkan potensi atau kelebihan anak. "Sehingga anak pun mudah mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung, senang belajar dan tumbuh motivasi berprestasi dari dalam diri mereka sendiri," imbuhnya.

3. Gengsi

"Orang tua seringkali memilihkan sekolah untuk anak berdasarkan gengsi," ujar Monica.

Ada kecenderungan, orang tua ingin anaknya masuk sekolah internasional atau sekolah favorit. Sebaiknya memilih sekolah disesuaikan dengan kemampuan sosial-ekonomi atau finansial orang tua. Bila tidak, anak bisa menghadapi tekanan sosial yang berpotensi merusak self-esteem, kepercayaan diri juga kepribadian anak. 

4. Almamater orang tua dianggap paling baik

Almamater atau tempat di mana orang tua menempuh pendidikan kadang jadi referensi pemilihan sekolah buat anak. Monica menganggap ini bukan hal yang keliru terlebih orang tua sudah percaya dan cinta dengan almamater.

"Namun lagi-lagi harus disesuaikan dengan kondisi, karakteristik dan kemampuan anak sendiri apakah sesuai dengan nilai-nilai yang diutamakan di dalam sekolah," jelas dia.

Monica mengingatkan jangan sampai rasa cinta pada almamater malah merugikan anak karena belum tentu sekolah cocok untuk dua generasi berbeda.

5. Anak tidak dilibatkan

Orang tua menganggap karena anak masih kecil sehingga keputusan pilihan sekolah sepenuhnya ada di tangan orang tua. Seto Mulyadi, pemerhati anak, justru menekankan orang tua musti berdiskusi dengan anak.

"Orang tua itu jadi sahabat anak, bukan komandan," kata pria yang akrab disapa Kak Seto melalui sambungan telepon, Rabu (18/12).

Saat anak dilibatkan, maka suara anak didengar, sehingga pemilihan sekolah ini lebih menitikberatkan pada kebutuhan anak.

Berita Lainnya

Index