Gurita Parkir Yabisa: Pengamat Minta APH Usut Proyek Parkir Terindikasi Rugikan Miliaran

Gurita Parkir Yabisa: Pengamat Minta APH Usut Proyek Parkir Terindikasi Rugikan Miliaran
Foto: RiauBook.com

PEKANBARU,RIAUREVIEW.COM --Gurita parkir PT Yabisa Sukses Mandiri (YSM) terus menjadi sorotan publik, melansir dari RiauBook.com memberitakan pendapat Pengamat Kebijakan Publik, M Rawa El Amady, meminta aparat penegak hukum (APH) untuk masuk mengusut proyek parkir di Pekanbaru karena terindikasi merugikan negara miliaran rupiah.

"Selama Perda Nomor 14 Tahun 2016 tentang retribusi parkir belum dicabut atau diubah, maka itu masih tetap berlaku.

Landasan kontrak pihak ketiga saat ini yang menggunakan Perwako dalam menaikkan tarif parkir itu samahalnya dengan pungli karena Perwako tidak lebih tinggi dari Perda," kata Rawa El Amady lewat telekomunikasi kepada media ini, Sabtu (27/5/2023).

Dalam Perda 14 Tahun 2016 disebutkan, bahwa tarif retrubusi pelayanan parkir di zona 3 atau pinggir jalanan umum adalah Rp1.000 untuk roda dua dan Rp2.000 untuk roda empat.

Namun pada 1 September 2022, Pemko Pekanbaru secara sepihak menaikan tarif layanan parkir berdasar pada Perwako Pekanbaru Nomor 41 tahun 2022 tentang Perubahan atas Perwako Pekanbaru Nomor 48 tahun 2020 tentang Tarif Layanan Parkir Pada UPT Perparkiran Dishub Kota Pekanbaru sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Kepala Dishub Kota Pekanbaru Yuliarso sebelumnya mengungkap, pengelolaan parkir tepi jalan umum oleh BLUD cukup ditegaskan melalui peraturan kepala daerah saja atau dalam hal ini Peraturan Walikota (Perwako), sesuai dengan amanah Permendagri Nomor 79 tahun 2018.

Sebab itu Dishub tidak lagi memakai peraturan daerah atau Perda nomor 14 tahun 2016 tentang retribusi parkir tepi jalan umum. Maka, pengelolaan keuangan yang digunakan saat ini sudah dibuat menjadi BLUD.

Lantas bagaimana amanah Permendagri Nomor 79 2018 yang dimaksud?

Dalam penelusuran, Permendagri Nomor 79 tahun 2018 tentang Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diatur tentang tata kelola BLUD.

Pasal 1 dan 2 pada Permendagri itu tegas menyatakan bahwa BLUD harus menjalankan praktek bisnis yang sehat dan transparan. Penangungjawab atas rencana bisnis yang terindikasi KKN merupakan tanggungjawab kepala daerah.

Dengan demikian, Pengamat Kebijakan Publik, M Rawa El Amady, melihat pengelolaan parkir pihak ketiga saat ini justru turut tidak sesuai dengan Permendagri Nomor 79 tahun 2018.

"Dasar apa yang dipakai Dishub sehingga merealisasikan kontrak selama 10 tahun untuk pihak ketiga? Kemudian bagaimana kalkulasinya sehingga pihak ketiga hanya dibebani wajib setor Rp409 miliar selama 10 tahun sementara potensi retribusi parkir mencapai Rp7,2 triliun?" katanya.

Menurut dia, hal itu pantas untuk kemudian APH masuk dan melakukan tindakan hukum karena begitu besar potensi kerugian negara yang ditimbulkan.

Karena apa yang dilakukan oleh Dishub maupun Yabisa menurut dia sejauh ini tidak transparan dan tidak jelas dasar dan ukuran beban retribusi wajib setornya.

"Dan menurut saya, apa yang dilakukan pihak ketiga sejak 1 September 2022 dengan menerapkan kenaikan biaya parkir, itu merupakan tindakan ilegal. Pihak Yabisa harus mengembalikan kelebihan uang pungutan retribusi parkir yang selama ini mereka pungut," katanya.

 

 

Sumber: RiauBook

Berita Lainnya

Index