Kivlan Zen dan Nenek Moyang Orang Sulu yang Berasal dari Minangkabau

Kivlan Zen dan Nenek Moyang Orang Sulu yang Berasal dari Minangkabau
Ilustrasi Internet

RIAUREVIEW.COM -- Filipina Selatan kembali menjadi perhatian setelah kasus penyanderaan 10 warga negara Indonesia (WNI) oleh kelompok Abu Sayyaf. Belakangan, 10 WNI yang diculik sudah dibebaskan dan diantar ke rumah Gubernur Sulu di Jolo.

Banyak pihak yang terlibat dalam operasi pembebasan sandera ini. Namun, yang cukup menonjol adalah Kivlan Zen.

Mayjen Purn Kivlan Zen, adalah seorang tokoh militer Indonesia. Ia pernah memegang jabatan Kepala Staf Kostrad (Kas Kostrad) ABRI setelah mengemban lebih dari 20 jabatan yang berbeda, sebagian besar di posisi komando tempur.  Kivlan Zein lahir di Kota Langsa, Aceh, dari keluarga perantau Minangkabau.

Kivlan mengaku berteman dengan Nur Misuari saat dirinya bertugas di pasukan Perdamaian Filipina Selatan tahun 1995-1996.

Nur Misuari dan Kivlan Zein pernah bertemu dan sejak saat itu keduanya menjadi teman. "Jadi Nur Misuari terlibat (pembebasan). Dia adalah teman saya," kata Kivlan.

Bagi Kivlan, Pulau Sulu sudah tidak asing lagi. Bahkan, ia menggunakan Bahasa Melayu berkomunikasi dengan kelompok Abu Sayyaf, bukan Bahasa Tagalog.

Sebab, jika negosiator Indonesia menggunakan Bahasa Tagalog, itu akan menunjukkan pengakuan Indonesia terhadap pemerintah Filipina yang sedang diperangi oleh kelompok bersenjata Abu Sayyaf di Filipina Selatan.

Pulau Sulu adalah sebuah daerah di Kepulauan Sulu, yang terletak di selatan Filipina dan berdekatan dengan negara bagian Sabah, Malaysia.

Pulau Sulu seluas 1.600 kilometer persegi. Ibu kota Pulau Sulu adalah Jolo, yang menjadi bekas wilayah pemerintahan Kesultanan Sulu.

Kesultanan Sulu adalah sebuah kerajaan yang pernah menguasai Laut Sulu di Filipina Selatan. Kesultanan ini didirikan pada tahun 1450. Pada zaman kegemilangannya, negeri ini telah meluaskan perbatasannya dari Mindanao hingga negeri Sabah.

Penduduk asli Pulau Sulu adalah Suku Bajau, Banguingui, dan Suluk/Tausug, yang bahasa daerahnya campuran Bahasa Melayu dan Tagalog.

Namun, komunitas yang paling banyak bermukim di pulau tersebut adalah bangsa Moro, yakni komunitas muslim dari selatan Filipina.

Dari berbagai sumber, terdapat nama Raja Baginda atau Raja Bagindo, seorang ulama Minangkabau yang mendirikan cikal-bakal Kesultanan Sulu di Filipina selatan pada akhir abad ke-14.Tentang jejak perjalanan Raja Baginda ini pernah dipaparkan dalam Seminar Internasional Temu Sastrawan Numera (Nusantara Melayu Raya) dilaksanakan Pemerintah Kota Padang pada 16-18 Maret 2012.

Raja Bagindo Ali (ejaan Filipina: Rajah Baguinda Ali) datang ke Sulu pada tahun 1390. Kedatangannya melanjutkan dakwah Islam yang telah dirintis oleh seorang ulama keturunan Arab, Karim ul-Makhdum. Selain ke Sulu, Raja Bagindo juga mengembara ke Brunei, Serawak, dan Sabah.

Sekitar tahun 1450, seorang Arab dari Johor yaitu Sharif ul-Hashim Syed Abu Bakr tiba di Sulu. Ia kemudian menikah dengan Paramisuli, putri Raja Bagindo. Setelah kematian Raja Bagindo, Abu Bakr melanjutkan pengislaman di wilayah ini. Pada tahun 1457, menantunya itu memproklamirkan berdirinya Kesultanan Sulu dan memakai gelar "Paduka Maulana Mahasari Sharif Sultan Hashem Abu Bakr". Gelar "Paduka" adalah gelar setempat yang berarti tuan sedangkan "Mahasari" bermaksud Yang Dipertuan.

Gelar Rajo Bagindo di Minangkabau adalah gelar kehormatan dan pimpinan kaum adat yakni kepala Suku Kampai di Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu, Desa Balun, Solok Selatan. Gelar ini juga terdapat juga di Taluak Banda Sapuluah di Batangkapas, Pesisir Selatan.

Rajo Bagindo ini pernah belajar ke Arab lalu menjadi ulama. Ia lalu mendapat tugas menyebarkan Islam dan pada tahun 1390 ia sampai di wilayah Filipina Selatan.

Dari penelusuran, ditemukan banyak informasi yang mengaitkan orang Sulu dengan Minangkabau. Salah satunya, ditulis Mochtar Naim.

Dalam disertasinya, "Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabau" tahun 1974, Mochtar Naim menemukan jejak rantau orang Minangkabau di Filipina. Mochtar Naim menyebutkan, pendiri Kota Manila adalah Raja Sulaeman dari Minangkabau. Sedangkan kerajaan Sulu di Selatan Filipina didirikan Raja Baginda, juga dari Minangkabau.

Sejarawan Universitas Andalas Profesor Gusti Asnan mendukung disertasi Mochtar Naim yang mengaitkan orang Sulu dengan Minangkabau. “Sangat masuk akal orang Sulu berasal dari Minang, tapi tidak semua orang Sulu orang Minang,” kata Gusti Asnan dilansir viva.

Belum lama ini, Sultan Sulu Jamalul Kiram III yang sedang berkonflik dengan Malaysia lantaran hak atas Sabah, mengaku memiliki kedekatan dengan Indonesia karena nenek moyang mereka berasal dari minangkabau.

Hingga kini, makam Raja Baginda masih bisa ditemukan di Sulu dan terawat dengan baik. Makanan khas di daerah kepulauan itupun hampir mirip dengan makanan Minang dan Arab seperti rendang, sate dan kari. (ind/berbagai sumber)-batamnews.co.id

Berita Lainnya

Index