Korut Warning AS Denuklirisasi tidak seperti Libya

Korut Warning AS Denuklirisasi tidak seperti Libya

JAKARTA, RIAUREVIEW.COM - Korea Utara memperingatkan Amerika Serikat bahwa program denuklirisasi di Korea Utara tidak akan seperti yang terjadi di Libya. Denuklirisasi Libya yang dilakukan atas desakan Amerika Serikat berujung dengan kehancuran negara itu dan tewasnya Muammar Gaddafi.

Libya membuat taruhan buruk ketika menukar program nuklirnya yang baru lahir demi keluar dari sanksi ekonomi negara-negara Barat. Libya secara sukarela menghentikan ambisi nuklirnya pada tahun 2003.

Amerika Serikat dan sekutu Eropanya memulai aksi militer melawan Libya untuk mencegah pembantaian yang dilakukan Gaddafi terhadap warga sipil. Gaddafi akhirnya digulingkan dalam kudeta yang didukung Barat dan dibunuh pada tahun 2011.

Korea Utara sejak lama menghubungkan kejatuhan Libya dengan keputusan untuk menghentikan program nuklirnya atas desakan Amerika Serikat.

Ketakutan untuk menemui nasib yang sama seperti Libya menjadi pertimbangan Korea Utara  selama bertahun-tahun.

Pada 2011, setelah Amerika Serikat dan sekutu meluncurkan serangan udara di Libya, Menteri Luar Negeri Korea Utara Ri Yong-ho mengatakan denuklirisasi negara Afrika Utara itu telah menjadi taktik invasi untuk melucuti negara.

Menurut Korea Utara, seandainya Gaddafi tidak menghentikan program nuklirnya,  kemungkinan dia hidup.

Pada 2016, tak lama setelah Korea Utara melakukan uji coba nuklir, kantor berita Korea Utara, KCNA, membuat referensi langsung ke Libya dan Irak.

"Sejarah membuktikan penangkal nuklir yang kuat berfungsi sebagai pedang berharga terkuat untuk membuat frustrasi agresi asing," demikian tulis KCNA saat itu, seperti dilansir New York Times pada 17 Mei 2018.

"Runtuhnya rezim Saddam Hussein di Irak dan Gaddafi di Libya tidak bisa lepas dari keputusan mereka untuk menghentikan pembangunan nuklirnya."

Meskipun begitu, Korea Utara menegaskan kasusnya sedikit berbeda karena telah sukses membangun senjata nuklir dengan serangkaian uji coba yang berhasil dilakukan. Sementara Libya dan Irak belum sampai ke tahap yang dicapai Pyongyang.

Korea Utara sejauh ini telah menguji enam senjata nuklir. Badan intelijen Amerika percaya, Korea Utara memiliki 20 hingga 60 lebih senjata nuklir serta rudal balistik antarbenua yang mampu menyerang Amerika Serikat.

Hal itu memaksa Amerika Serikat menjatuhkan sanksi yang menghambat pertumbuhan ekonomi negara komunis itu. Sanksi yang akhirnya memaksa Kim Jong Un bersedia berunding dengan Trump pada 12 Juni mendatang di Singapura.

Namun, dalam pernyataan melalui KCNA pada Rabu, 16 Mei 2018, Wakil Menteri Luar Negeri Korea Utara, Kim Kye Gwan mengatakan negaranya akan mempertimbangkan kembali pertemuan bersejarah itu  jika Amerika Serikat  bersikeras agar Pyongyang melepaskan senjata nuklirnya.

Berita Lainnya

Index