PUTUSAN HAKIM KASUS PEMBUNUHAN ALM. BRIGADIR J CEDERAI SISTEM PEMBUKTIAN HUKUM PIDANA

PUTUSAN HAKIM KASUS PEMBUNUHAN ALM. BRIGADIR J CEDERAI SISTEM PEMBUKTIAN HUKUM PIDANA
Tatang Suprayoga, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning

Pembuktian dalam hukum Pidana memiliki peranan yang paling vital dalam proses pemeriksaan di persidangan. Dengan pembuktian tersebut, nasib para terdakwa diputuskan. Dalam pengambilan keputusan, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah sehingga ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya Begitu juga sebaliknya, jika dalam pembuktian di persidangan, alat bukti yang ditentukan oleh undang-undang tidak cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa, maka Terdakwa tersebut harus dibebaskan dari hukuman. Alat bukti yang dimaksud diatur didalam ketentuan Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana mencakup Saksi, Keterangan Ahli, Surat, Petunjuk dan Keterangan Terdakwa.

Seperti yang kita ketahui bersama, Kasus yang menghebohkan Publik saat ini adalah kasus Pembunuhan Berencana Alm. Brigadir (Pol) Joshua Hutabarat. Dalam kasus Pembunuhan Berencana tersebut melibatkan Irjen (Pol) Ferdy Sambo, Putri Chandrawati, Kuat Ma’ruf, Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Ricky Rizal  dan Sang Eksekutor Bharada (Pol) Richard Eliezer. Kasus tersebut sudah di putuskan dimana masing-masing mendapatkan hukuman yang berbeda seperti Irjen (Pol) Ferdy Sambo yang di vonis Mati oleh Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Putri Chandrawati divonis 20 Tahun Penjara, Kuat Ma’ruf di vonis 15 tahun penjara, Brigadir Polisi Kepala (Bripka) Ricky Rizal di vonis 13 Tahun penjara dan yang paling menghebohkan adalah vonis Sang Eksekutor Bharada (Pol) Richard Eliezer yakni 1,6 Tahun Penjara.

Namun, yang menjadi concern saya dalam hal ini adalah Vonis Mati yang di jatuhkan oleh Hakim PN Jakarta Selatan terhadap Terpidana atas nama Ferdy Sambo, dimana dalam pertimbangan hakim bahwa Irjan Pol Ferdy Sambo ikut menembak korban setelah Bharada E melepaskan tembakannya. Diketahui bahwa pertimbangan mengenai fakta tersebut didapat hakim hanya pada keterangan Terdakwa Bharada Richard Eliezer sementara Keterangan Terdakwa Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Pengakuan Terdakwa sendiri tiada satu pun yang mengungkap bahwa Terdakwa Ferdy Sambo melakukan Penembakan terhadap Korban. 

Dalam hukum Pidana, Saksi merupakan alat bukti terpenting untuk membuktikan tindak pidana seseorang. Kualifikasi yang dapat dijadikan saksi yakni orang yang melihat, mendengar dan mengalami sendiri perisriwa tersebut. Saksi di muka Persidangan harus di ambil sumpahnya sehingga keteranganny tersebut di anggap sah. Namun jika saksi tersebut tidak di sumpah, keterangannya dapat dijadikan sebagai Petunjuk oleh hakim. Dalam proses pembuktian hukim Pidana, keterangan saksi haruslah meliputi 2 orang sehingga bobot pembuktiannya menjadi lebih kuat, namun sebaliknya keterangan 1 saksi bukanlah keterangan yang sah atau dikenal dengan asas (unus testis nullus testis). Lantas, jika dihubungkan dengan peristiwa diatas, apakah hakim dapat meyakini bahwa Ferdy Sambo melakukan Penembakan terhadap Alm. Brihadir J sementara hanya keterangan Terdakwa Richard Elizer lah yang menyebutkan bahwa Terdakwa FS yang melakukan penembakan.

Disisi lainnya, sama-sama kita ketahui bahwa motif pembunuhan yang terungkap di Persidangan terhadap Alm. Brigadir J adalah Pelecehan Seksual terhadap terdakwa Putri Chandrawati. Namun dalam Putusannya, Majelis hakim menilai bahwa alasan pelecehan sesksual yang di lakukan Oleh Korban terhadap TerdAKWA PC  tidakLAH kuat. Justru, hakim memberatkan Terdakwa FS dikarenakan telah lalai karena tidak membawa Putri Candrawathi melakukan pemeriksaan maupun visum. Perbedaan hukum Pidana dan Hukum Perdata adaah dalam hukum Perdata yang dicari adalah kebenaran formil sedangkan dalam hukum pidana adalah kebenaran materil. Dalam, hukum acara Pidana, Jaksa Penuntut Umum berindak sebagai pengacara korban yang mana dalam system Pembuktian dikenal asas actori incumbit probatio yakni siapa yang mendalilkan , maka ialah yang membuktian. Dalam kasus FS, JPU lah yang memiliki peran pembuktian yang paling Vital. JPU harus dapat membuktikan kesalahan dari Terdakwa FS sehingga hakim dapat memutuskan kesalahan Terdakwa sesuai tuntutannya atau lebih berat dari tuntutan JPU. Namun dalam hal ini, JPU Telah gagal untuk mengungkap Motif sesungguhnya dari pembunuhan Brigadir J. Hal ini diketahui bahwa dalam Agenda Tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang di gelar beberapa minggu yang lalu, JPU justru menyebutkan bahwa Motif dari pembunuhan berencana ini dikarenakan Terdakwa PC dan Korban Brigadir J telah melakukan hubungan Perselingkuhan sehingga Terdakwa tersulut Emosi dan merencanakan Pembunuhan Tersebut dan tentu hal tersebut berbanding terbalik dengan apa yang di putuskan oleh Hakim PN Jaksel. Hakim PN Jaksel malah menilai bahwa Terdakwa PC tidak di lecehkan oleh Korban dan tentu hal tersebut sangat berbanding terbalik dengan alat bukti yang terungkap di Persidangan.

Tajuk Opini ini adalah sebagi bentuk reaction penulis atas system Penegakkan Hukum terhadap Penegakkan hukum terhadap berbagai Pihak. Kendati pun masyarakat marah denga napa yang telah di perbuat oleh FS, namun hakim harus menegakkan keadilan sesuai dengan koridor hukum. Hakim tidak boleh ikut terintervensi terhadap suatu Perkara dikarenakan hakim merupakan corong keadilan dan seseorang yang di anggap independent dalam memutus suatu perkara. 
 

Berita Lainnya

Index