Upaya PHR dan RSF Lestarikan Satwa Liar

Gajah Selamat, Ekonomi Masyarakat Meningkat

Gajah Selamat, Ekonomi Masyarakat Meningkat
Analyst Social Performance Support PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR) –WK Rokan Khotimah Ummi dan Solfarina, Manager Education Program Rimba Satwa Foundation (RSF) saat berada di areal nursery Agroforestri Duri, Kamis (24/8/2023) lalu.(sukardi)

Ancaman satwa dilindungi Gajah Sumatera di Suaka Margasatwa Balai Raja, tak membuat nyali Git Fernando, Solfarina dan teman-temannya ciut, untuk menyelamatkan gajah dari kepunahan dan ulah tangan-tangan tak bertanggungjawab.

Sukardi, Bengkalis

Agroforestri di Duri begitu asri. Kicauan burung masih terdengar jelas ditelinga, suasananya jauh dari hiruk pikuk desingan knalpot mesin mobil dan sepeda motor areal perkotaan. Bibit pohon tumbuh subur, sejumlah tanaman lainnya sedang dalam proses pembibitan. Tanaman ini yang nantinya dikembangkan secara cuma-cuma di lahan-lahan masyarakat, yang kerap berkonflik dengan gajah.

Di areal itu, Git Fernando, Solfarina dan teman-temannya berguru dengan alam. Git Fernando adalah Manager Elephant Monitoring Team Rimba Satwa Fondation (RSF). Pria berambut gondrong itu, ternyata sudah lama menjadi penyelamat habitat gajah-gajah liar, yang ada di kantong Balai Raja-Giam Siak Kecil.

FOTO : Kondisi Base Camp Rehabilitasi Rumah Kompos dan Pembibitan di Pertamina Hulu Rokan Wilayah Kerja (WK) Rokan. Tampak Khotimah Ummi, Analyst Social Performance Support PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR) –WK Rokan bersama rekan-rekan pers dari Bengkalis.(sukardi)

Selain itu, RSF juga menginisiasi program pembibitan tanaman. Program ini terletak di kawasan Nursery. Ketika masuk ke areal itu, sekaligus lokasi pembuatan pupuk kompos alami skala kecil, terdapat gang kecil, yang sulit dilalui kendaraan roda empat, untuk menuju kesana harus berjalan kaki, sekitar 100 meter, kiri dan kanan gang jalan tanah dipenuhi lalang kering, ketela pohon, gundukan tanah liat, serta panasnya khas Duri.

Namun, tak disangka ujung perhentian tujuan, terdapat tempat pembibitan tanaman, dibawahnya juga terdapat dua kolam besar, yang digunakan sebagai sumber air selama proses pembibitan.

Upaya kerjasama RSF dengan PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR) menjadi kekuatan baru, untuk menjaga kepunahan gajah dari habitatnya. Program penanaman bibit, merupakan program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR) dan Rimba Satwa Foundation (RSF) untuk mendukung ketahanan pangan masyarakat, serta pemulihan habitat gajah dan pengurangan konflik antara gajah dan manusia.

RiauReview.com, Kamis (24/8/2023) lalu berkesempatan melihat aktivitas areal itu, penyelamat satwa gajah ini sudah menunggu untuk presentasi program-program kerjanya. Kendati, tidak melihat dari dekat habitat gajah disana. Namun, areal yang dikunjungi saat itu, menjadi jalur lintasan gajah.

Git Fernando menerangkan, mengenai satwa gajah saat ini, RSF dan PHR mengunjungi masyarakat dan menyosialisasikan jumlah gajah yang masih tersisa saat ini. Khusus di Balai Raja, gajah yang tersisa berjumlah dua (2) ekor jatan, sejak 2016 hijrah ke Giam Siak Kecil (GSK), karena ketika masa kawin tiba kebiasaan gajah ini, menuju ke Giam Siak Kecil (GSK).

“Alhamdulillah, di kantong Balai Raja ini, gajahnya cuma dua ekor jantan. Terkadang di pas masa kawin, pergi ke Giam Siak Kecil, jadi masyarakat tidak terlalu resah dengan dua ekor gajah ini, malahan masyarakat senang melihat gajah, berbeda di saat tempo dulunya, ketika gajah sedang banyak-banyaknya, masyarakat justru menganggap gajah sebagai hama,”tutur Git Fernando dengan nada datar sambil menyebut sejumlah nama gajah yang tak asing ditelinga, diantaranya codet, seruni dan getar.

Berbicara habitat gajah ini, timpalnya lagi, sifat gajah akan selalu berjalan berkelompok di koridornya dan gajah Balai Raja, yang sekarang migrasi ke GSK itu, nantinya akan pulang kembali ke Balai Raja.

FOTO : Proses pembuatan pupuk kompos alami untuk bibit tanaman yang diberikan kepada masyarakat dalam program Agroforestri bersama PHR.(sukardi)

“Kami yakin gajah-gajah itu 100 persen akan kembali ke Balai Raja. Tentunya, sebelum kembali ke sini, kami persiapkan dengan tanaman agroforestri, pembinaan habitat dan semuanya, sehingga nantinya gajah-gajah itu bisa nyaman saat berada disini,”tuturnya.

Beberapa kali, kata Git Fernando, gajah-gajah itu berusaha kembali ke Balai Raja, namun terkendala dengan berbagai hal, mulai dari adanya pembangunan infrastruktur, perumahan-perumahan penduduk yang baru terbangun dan mulai padat.

Untuk jumlah gajah yang keluar dari kawasan Balai Raja, populasi keseluruhan semula berjumlah 25 ekor, kini tersisa sekitar 19 ekor, ada yang mati distrum kabel PLN, sempat viral ketika itu gajah mati tersebut memiliki anak usia 3 bulan. Sementara jumlah keseluruhan yang berada di Giam Siak Kecil sekitar kurang lebih 50 ekor.

Selamatkan Gajah Melalui Kerjasama Masyarakat

Agroforestri Duri saat ini sedang menggagas program pola kemitraan dan kerjasama dengan masyarakat, yang areal lahannya menjadi jalur lintasan gajah. Melalui pembibitan tanaman kehidupan gajah, yang bernilai ekonomi bagi masyarakat,namun rendah gangguan gajah.

Tanaman kehidupan gajah itu diantaranya, Durian, Petai, Jengkol, Matoa, Alpokat dan Kakao. Selain itu juga tanaman yang disukai gajah, seperti rumput odot. Program ini mendapat dukungan yang baik oleh masyarakat, saat ini sudah tertanam seluas  29.220 hektar.

Pembibitan tanaman kehidupan ini sudah berlangsung sejak 2021 lalu. Inisitif PHR dan RSF mendekatkan diri masyarakat serta melibatkan masyarakat di jalur perlintasan gajah.

“Inisiasi tanaman kehidupan bagi gajah dan masyarakat ini, sudah dilakukan kajian dan penelitian, karena adaptasi gajah selalu kita ikuti perkembangannya, gajah selalu mencari pakan baru, yang baik untuk pencernaannya. Tanaman sawit dan akasia hari ini tidak menjadi pakan, yang disukai gajah, justru rumput odot yang menjadi makanan kesukaannya,”ujar Git Fernando.

Senada disampaikan, Solfarina, Manager Education Program Rimba Satwa Foundation (RSF), agroforestri hari ini secara bertahap melakukan pengembangan pembibitan pohon yang bernilai ekonomi tinggi namun rendah gangguan gajah.

Setidaknya saat ini, sambung wanita cantik berjilbab ini, ada sekitar 43 hektar lahan yang sudah ditanami, untuk dua kelompok di dua desa, yakni Balai Raja dan Pinggir. Sedangkan 204,5 hektar diluar kelompok tani juga dilakukan penanaman pohon berekonomi tinggi bagi masyarakat.

“Target kita itu untuk program pembibitan pohon bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat itu seluas 16 ribu hektar, rencana koridor yang dibentuk di 32 desa. Tentunya butuh kerjasama, kolaborasi yang baik dalam pemulihan habitat satwa gajah ini,”kata wanita yang akrab disapa Mbak Solfa ini.

Ia juga mengutarakan, bersama PHR melakukan pembibitan sendiri di areal Agroforestri, dibantu dengan kelompok tani. Ada dua kelompok tani, yang masuk dalam binaan, kelompok tani Anika Jaya di Balai Raja dan Alam Pusaka Jaya di Pinggir.

FOTO : Bibit tanaman yang nantinya akan diserahkan kepada masyarakat di areal perlintasan gajah.(sukardi)

Kemudian lagi, sambungnya, melalui tanaman rumput odot, yang turut di tanam di jalur gajah, diharapkan juga gajah bisa terpenuhi pakan serta mampu berkembang biak dengan baik, tanpa harus berkonflik dengan warga disaat gajah lapar.

“Untuk kerjasamanya, kami tetap koordinasi dengan pemerintah desa, melalui persetujuan masyarakat dibarengi dengan surat pernyataan, bagi masyarakat yang tidak bisa menujukkan surat, maka kami tidak masukkan dalam program. Ini semata-mata untuk pelestarian habitat gajah dan membantu ekonomi masyarakat disekitar jalur yang dilalui gajah,”ungkap Solfa sambil menunjuk tumpukan polybag berisi jenis bibit tanaman bernilai ekonomi tinggi di areal nursery.

Monitor Gajah Melalui Satelit

Pertamina Hulu Rokan (PHR) bersama Rimba Satwa Foundation (RSF) juga mengikuti perkembangan teknologi dari masa ke masa, dalam upaya konservasi gajah. Monitoring gajah dilakukan melalui satelit. Dimana global positioning system (GPS collar) dipasangkan di leher gajah, agar memudahkan pergerakan kawanan gajah, melalui satelit.

Upaya ini dilakukan agar potensi konflik gajah dengan manusia dapat dimitigasi secara dini. Selain itu, diterapkan juga Early Warning System (sistem peringatan dini masyarakat), sinyal yang dikirim GPS collar, nantinya juga dikirim kepada masyarakat.

Hal itu diutarakan langsung Khotimah Ummi, selaku Analyst Social Performance Support PT. Pertamina Hulu Rokan (PHR) –WK Rokan. Menurutnya, teknologi yang dipakai untuk monitoring gajah ini terbilang canggih dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit.

“Selain dibantu dengan patroli yang dilakukan tim patroli. Teknologi seperti GPS collar dan Early Warning System juga dipasangkan ke gajah. Biaya yang dikeluarkan cukup tinggi, berkisar 200 juta-an sekali pasang di badan gajah, untuk lima kelompok gajah,”ungkapnya.

FOTO : Rumput odot atau rumput gajah yang menjadi makanan kesukaan gajah di kantong Balai Raja-Giam Siak Kecil tumbuh subur.(sukardi)

Kendati demikian, sambungnya lagi, untuk konservasi gajah ini. PHR sangat mendukung penuh, sehingga habitat gajah bisa berkembang dengan baik, tanpa harus berkonflik dengan manusia.

“Gajah liar yang ada saat ini, banyak masyarakat yang mengatakan gajahnya semi jinak, karena ada sebagian gajah itu ketika bertemu atau berhadapan dengan manusia, kelompok gajah itu tidak merasa terganggu. Paling terpenting, gajah itu tidak kekurangan makanan, selama berkembang biak,”ujar Khotimah Ummi diakhir presentasinya kepada media ini.(***)
 

Berita Lainnya

Index