Pilkada Dalam Beragam Wajah

Pilkada Dalam Beragam Wajah
Jhon Chory

Pilkada Dalam Beragam Wajah "Cita-Cita  Hanya Bupati"

Oleh : Jhon Chory

      Jika dilihat dari ketentuan yang berlaku tentang proses pemilihan kepala daerah maka visi dan misi masing -masing pasangan calon adalah sesuatu yang penting, yang wajib ada. Sebab, dia merupakan satu persyaratan yang tak terpisahkan dengan syarat yang lainnya.

      Bahkan bukan saja untuk memenuhi ketentuan wajib dari KPU, biasanya visi misi juga menjadi salah satu persyaratan yang diminta oleh partai saat seseorang mendaftar untuk mendapat dukungan dari partai.

      Selain sebagai persyaratan, visi misi juga sebagai tolak ukur bagi masyarakat tentang sejauh mana kemampuan sang calon membawa perubahan bagi masyarakat dan daerah ke arah lebih baik.

      Visi dan misi juga adalah pedoman atau kerangka kerja bagi calon dalam menjalankan kebijakan manakala dia berhasil menang dan diangkat jadi pemimpin untuk masa lima tahun bertugas.

      Atas pertimbangan itu maka secara pemikiran visi dan misi sesungguhnya harus dibuat dengan pertimbangan yang matang. Visi misi sepatutnya hadir berdasarkan sebuah kajian yang holistik tentang daerah. Visi misi seharusnya benar benar menawarkan bukan saja solusi, tetapi juga mampu mengedukasi masyarakat tentang persoalan dan permasalahan yang sesungguhnya menjadi persoalan di tengah mereka.

      Sayangnya, kenyataan hari ini, kira melihat bahwa visi misi dibuat tak lebih dari sekedar persyaratan formal belaka. Visi misi hanya sebagai "merek dagang" yang untuk ditampilkan wajahnya, sedangkan isi menjadi tidak penting dan terkadang sangat sulit untuk diwujudkan sebab dia lahir atas dasar rekayasa dan bukan berdasarkan pemahaman yang mendalam tentang daerah.

      Visi misi hanya pajangan dan tak pernah dijadikan strategi issu. Sebab, isiannya tak cukup menarik untuk dapat dikomunikasikan dengan pemilih. Visi misi terkadang hanya bercerita tentang program program yang sesungguhnya sudah diatur, (artinya sesuatu yang sudah tidak perlu dibahas sebab sudah diatur melalui undang-undang, termasuk besaran bajet yang dialokasikan) sehingga disampaikan ataupun tidak, dimasukkan maupun tidak di dalam visi misi pasangan calon tidak terlalu berpengaruh. Bahkan, siapapun yang keluar sebagai pemenang, program tetap akan dijalankan. Visi misi seperti ini tak lebih dari pada kamuflase saja.

      Fenomena lain yang sesungguhnya juga cukup menggelikan di mana visi misi lahir dan dipaksakan menyesuaikan dengan kata tertentu, lalu kata itu dijadikan akronim bagi visi misi.

     Visi akronim Ini seakan menjadi sebuah tren, tetapi tentu tren yang patut dipertimbangkan untuk diikuti, sebab dia lahir lebih banyak dari pertimbangan retorika bahasa bukan dari pertimbangan empiris dan pemahaman yang kuat terhadap permasalahan yang ada di bawah atau masyarakat.

      Kita tentu memahami bahwa cita cita yang selalu ingin dicapai berupa kata yang secara materi sulit kita ukur seperti, kesejahteraan, keadilan, kemakmuran dan lain sebagainya. Artinya, jika kita tanya indikatornya maka terasa sulit untuk di buat sebab ukurannya lebih banyak subjektif dari pada objektif.

      Sungguh pun demikian, untuk mencapai ke sebuah keadaan sebagaimana yang disebutkan tadi, perlu langkah yang tepat dan penguasaan terhadap persoalan dan permasalahan di masing-masing titik.

      Problem orang yang tinggal di pulau misalnya tentu berbeda dengan yang tinggal di darat, atau di gunung dan sungai. Sepatutnya visi misi setidaknya mampu mencerminkan orientasi kebijakan pada masing masing keadaan dan kurang tepat pula jika semua keadaan kita generalisasi.

      Kita berharap masyarakat terutama kalangan intelektual untuk dapat membimbing masyarakat agar tidak keliru memilih pasangan yang berminat maju sebagai pemimpin dengan memperhatikan visi misi di samping yang lainnya agar mereka yang dipilih benar benar memiliki keinginan yang besar bagi kemajuan daerah dan masyarakatnya.

      Visi dan misi tentu sebagai salah satu alat ukur terhadap keinginan itu, sebab lazimnya visi misi akan menjadi acuan bagi kebijakan sang calon kalau dia terpilih. Kalau pasangan calon ternyata misalnya melahirkan visi misi asal asalan, maka patut kita sadari bahwa jangan jangan tujuan pasangan calon memang hanya untuk jadi bupati, atau kepala daerah. Artinya, dia memang hanya bercita cita jadi bupati. Setelah jadi bupati? Jawabannya Tak ada. Sebab cita cita sudah tercapai. Lalu kerjaan untuk masyarakat ? Nantilah, kan sudah ada ketentuan yang mengatur.

      Siapa yang paling mungkin menghalangi atau menghentikan langkah para calon yang hanya bercita cita jadi bupati ini? Jawabannya adalah masyarakat pemilih, merekalah sang penentu, siapa yang pantas dan siapa yang tidak pantas.* (Bersambung)

Berita Lainnya

Index